Rabu, 23 April 2014

Berhentilah Bicara


     Aku slalu berpikir bahwa Tuhan tidaklah adil dalam hidupku. Semua kepedihan, kesepian dan kesialan seakan melekat padaku. Semakin waktu berlalu semakin keras aku berteriak dalam ketidak adilan itu. Dan saat aku berteriak terlalu keras sedikit keberuntungan datang padaku. Mungkinkah Tuhan ingin aku berteriak? Aku benar-benar merasa seperti orang yang menyedihkan aku berteriak dan terus berteriak hanya untuk mendapatkan sedikit keberuntungan yang jarang sekali menghampiri hidupku sejak kecil. Begitulah pikirku.

     Setiap Bumi berputar satu kali maka seratus kali pula pikiranku berputar dan tak tentu arah. Dan kepada Tuhan pulalah aku berteriak kembali dan mulai menggunjing berbagai kesialanku dimasa lalu. Rasanya lebih mudah bagiku untuk menyalahkan Tuhan daripada melangkahkan kaki kecilku dan mensucika jiwa yang sesat. Tak tampak sedikitpun yang terucap kecuali sedikit bungah di hati saat Tuhan memberiku keberuntungan. Lalu pikiran kecil ini sedikit tersentil. Mengapa bibir ini selalu berteriak Kepada Tuhan sedangkan saat mentari datang untuk menerangi jalanku aku hanya tertawa dan tak bersyukur.

     Betapa hinanya diri ini yang hanya tau cara berteriak. Kumulailah balas budi ini, dengan beberapa syukur saat keberuntungan itu datang, namun tak hentilah hati ini mengeluh saat kesialan itu datang. Hingga akhirnya sebuah batu menimpa kepalaku. Diamlah kau tukang teriak, hanya nada itulah yang ku dengar saat lapisan tengkorakku mulai berdengung. Dan terasa itulah air mata yang turun dan mulai memandikanku dari hina dan nista. Betapa aku hanya bisa berteriak.

     Setiap manusia di dunia ini terlahir dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Begitulah garis nasib dari lahirmu hingga matimu telah ditentukan. Namun dunia tak selalu lurus, karena ada untuknya musuh terbesar umat. Tapi bukankah Allah SWT telah memberimu lemah dan lebih untuk membawamu kembali kejalan yang lurus saat kau tersesat. Janganlah engkau mengganggap nikmatnya hanya sebagai sebuah keberuntungan semata. Karena nikmat Allah selalu penuh berkah untukmu dan wajib bagimu untuk mensucikannya lebih dari sekedar keberuntungan. Begitu pula dengan cobaan-Nya, telah disediakan untukmu sarana untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

.........................................................................
    Teman kita selalu merasa bahwa hidup ini begitu berat dan seakan cobaan tak pernah berhenti. Lalu kita mulai mengeluh dan terus saja mengeluh hingga kita terkadang lupa betapa berlimpahnya nikmat Allah SWT. Cobalah kita resapi secara perlahan, apa yang kita pakai saat ini, berapa banyak yang kau makan hari ini, dimana kau berada saat ini, dengan apa kau bernafas saat ini, dengan apa kau membaca tulisan ini, dan sudahkah semua manusia di dunia ini mendapatkan apa yang kamu peroleh saat ini. Begitu besar nikmat yang diberikan. Ingatlah berapa banyak penyesalan yang kau alami saat ini, sebesar itu pulalah kesempatan yang diberikan Allah SWT kepada kita untuk menjadi lebih baik. Sudahilah semua teriakan itu dan mulailah untuk bergerak. Menjadi umat yang lebih baik.

Pengaruh GCG Terhadap Risiko Kredit dan Yield

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada akhir tahun 2012, The Fed selaku bank pemerintahan Amerika Serikat (AS) berencana untuk menghentikan stimulus pembelian US treasury bond (Future, edisi Agustus 2013). Meskipun hanya sebatas rencana, kalangan investor menganggap rencana tersebut sebagai suatu bad news sehingga mereka khawatir akan adanya krisis ekonomi yang dapat menyebabkan risiko investasi semakin besar. Secara tidak langsung, hal tersebut membuat para investor terutama dari negara maju seperti Amerika Serikat menarik modalnya untuk menghadapi krisis global di negaranya masing-masing. Dalam konteks ekonomi, pengambilan dana asing dalam jumlah besar akan menyebabkan ketidakstabilan kurs di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Turunnya nilai kurs rupiah terhadap dollar hingga ke level 9.679 rupiah di akhir tahun 2012 merupakan bukti konkret bahwa ekonomi Indonesia masih terlalu lemah terhadap tekanan global (Kontan,Januari 2013). Berdasarkan data Bloomberg, selama tahun 2012 posisi terlemah rupiah terjadi pada 26 Desember 2012 lalu, yakni berada pada level 9.799. Sementara, posisi terkuat rupiah terjadi pada 25 Januari 2012, di mana mata uang rupiah berada di level 8.888. Secara langsung, masalah tersebut dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada sektor perdagangan, keuangan dan investasi. Hal tersebut terlihat dari perubahan perkiraan ekonomi ditahun 2013 sebesar 6, 3 % yang tereduksi menjadi 5, 2 %. Selain itu, turunnya nilai kurs rupiah terhadap dollar akan meningkatkan beban yang ditanggung oleh perusahaan akibat naiknya nilai pinjaman luar negeri. Secara berkala, masalah tersebut menyebabkan tingkat risiko investasi terlalu besar sehingga menurunkan investment grade yang dimiliki Indonesia.
Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi pada suatu negara, diperlukan berbagai macam pembiayaan di pasar modal sebagai bahan utama dalam pembentukan portofolio yang menguntungkan dalam mengurangi tingkat risiko dari tekanan ekonomi global. Faktor tersebut yang kemudian membuat beberapa pembiayaan alternatif seperti efek syariah, obligasi pemerintah dan reksadana mulai diminati karena memiliki risiko yang lebih kecil. Berdasarkan statistik efek yang dikeluarkan Bapepam pada Mei 2013, diketahui bahwa sukuk merupakan pembiayaan alternatif yang paling diminati setelah reksadana. Hal tersebut dikarenakan sukuk memiliki risiko yang lebih kecil daripada saham maupun obligasi karena dijamin oleh pemerintah dan berbasis syariah. Selain itu, yield sukuk cenderung stabil dibandingkan efek lainnya. Prinsip dasar sukuk dimana kreditur memberikan dana kepada debitur untuk menjalankan suatu proyek yang kemudian keuntungannya dibagi dua juga sesuai dengan syariah Islam.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN/MUI/IX/2002, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sukuk (obligasi syariah) merupakan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil (margin/fee) serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sukuk yang pertama kali terbit di BEI adalah sukuk PT Indosat Tbk. yang diterbitkan pada September 2002 yang menggunakan akad mudharabah.
Dalam penerbitannya, sukuk tersebut menggunakan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI no. 32/DSN-MUI/IX/2002  tentang obligasi syariah dan No.33/DSN-MUI/IX/2002  tentang obligasi syariah mudharabah sebagai landasannya. Sedangkan untuk sukuk dengan menggunakan akad ijarah terbit pada tahun 2004 dengan berdasar pada fatwa No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah.
Berdasarkan statistik pertumbuhan sukuk tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistika (BPS), dapat diketahui bahwa sukuk ijarah lebih diminati daripada sukuk dengan akad mudharabah. Hal tersebut dikarenakan sukuk ijarah memiliki imbal hasil yang stabil dan risiko lebih kecil. Pada prakteknya sukuk ijarah sama dengan obligasi berkupon tetap karena memberikan imbal hasil yang besarnya sama setiap periode. Sementara sukuk mudharabah mirip dengan obligasi berkupon variabel karena imbal hasil yang diberikan lebih fluktuatif. Perbedaannya, jika obligasi berkupon variabel tergantung fluktuasi suku bunga, maka sukuk mudharabah tergantung keuntungan perusahaan/proyek yang dijaminkan dalam sukuk.
Dalam penerapannya, pembiayaan syariah yang menggunakan sistem bagi hasil sering kali menimbulkan agency problem. Hal tersebut dikarenakan yield yang diperoleh bergantung pada keberhasilan proyek yang dibiayai oleh sukuk tersebut. Berbeda dengan obligasi konvensional, dimana investor berhak mengajukan klaim meski neraca perusahaan sedang negatif sehingga pemegang sukuk  selaku principal memiliki kepentingan yang lebih besar dibandingkan pemegang obligasi konvensional. Selain itu para investor beranggapan bahwa dengan risiko yang lebih besar dari obligasi pemerintah, sukuk memberikan imbal hasil (rata-rata 6%) yang terlalu kecil dibandingkan BI Rate pada bulan Desember 2013 sebesar 7,75 %. Meskipun yield yang diberikan lebih tinggi namun selisihnya tidak terlalu signifikan. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan good corporate governance (GCG) yang dapat mengurangi risiko perusahaan terutama risiko kredit namun meningkatkan yield sukuk ijarah (Rinaningsih, 2008). Good corporate governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, process, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Hariani (2011) menjelaskan bahwa penerapan GCG dapat dilihat dari, 1) struktur dan pengaruh kepemilikan, 2) pengaruh transparansi dan pengungkapan informasi, dan 3) struktur dewan komisaris.  Struktur dan pengaruh kepemilikan dapat diukur dengan jumlah blockholder yaitu pemegang saham yang kepemilikannya 5 % atau lebih. Pengaruh transparansi dan pengungkapan informasi diukur dengan dua variabel yaitu komite audit dan KAP (emiten diaudit oleh kantor akuntan publik big-four atau tidak). Struktur dewan komisaris diukur dengan persentase keberadaan dewan komisaris independen dalam perusahaan sampel (Hariani, 2011).
Pada umumnya jumlah blockholder, kualitas audit dan komisaris independen pada perusahaan tersebut akan meningkatkan tekanan terhadap manajemen sesuai dengan agency teory. Dengan begitu akan meminimalisir kemungkinan terjadinya agency problem karena besarnya pengawasan terhadap manajer untuk tidak mengambil keputusan yang dapat merugikan pemegang saham (principal). Namun, saat tekanan terhadap manajemen (agent) terlalu besar, hal tersebut dapat membuat kinerja manajer terganggu dan terlalu lama dalam mengambil keputusan yang tepat. Disinilah pentingnya penerapan GCG dalam menselaraskan antara tujuan agent dan principal untuk mengatasi agency problem. Dengan mekanisme GCG, biaya agensi (agency cost) dapat diminimalkan sehingga menggurangi risiko kredit yaitu dengan memonitor kinerja manajemen dan mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dengan kreditur.
Harga dan yield obligasi merupakan dua variabel penting dalam transaksi sukuk bagi investor. Investor selalu menanyakan yield yang akan diperolehnya bila membeli obligasi dengan harga tertentu. Harga dan yield tersebut saling berhubungan, dan hubungan tersebut terbalik atau negatif (Rudiyanto, 2012). Posisi negatif itu memberikan arti bahwa bila yield mengalami peningkatan maka harga sukuk mengalami penurunan dan sebaliknya.
Ada beberapa cara pengukuran yield yang sering digunakan oleh para dealer dan portofolio manajer yaitu (a) yield sekarang (current yield); adalah yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut, (b) yield jatuh tempo (yield to maturity); merupakan yield yang diperoleh saat jatuh tempo, dan (c) yield untuk membeli kembali (yield to call); adalah yield yang diperoleh saat obligasi tersebut dilunasi sebelum jatuh tempo (Hariani, 2011). Selain itu, Mustikasari (2010) menyatakan bahwa perlu adanya Yield Index, atau disebut juga Bondway (Bond Weigthed Average Yield), merupakan angka yang diperoleh dari weighted average yield terhadap nilai nominal dari obligasi tercatat dan dapat diperdagangkan untuk menjelaskan keuntungan sebenarnya dari efek yang masih beredar. Di Indonesia terdapat lembaga resmi yang bernama Indonesian Bond Pricing Agency (IBPA) yaitu suatu lembaga khusus yang bertugas untuk memberikan penilaian terhadap obligasi yang beredar. Tidak hanya menilai harga dari suatu obligasi berdasarkan data keuangan perusahaan, IBPA juga memiliki kewenangan untuk menyediakan bond market indicators seperti Bondway,IGB, ICB dan lain-lain. Bersama-sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI), IBPA menerbitkan Indonesia Bond Market Directory yang berisikan secara mendetail informasi mengenai obligasi yang beredar di BEI dan juga data emiten yang menerbitkan obligasi.
Risiko kredit adalah bentuk ketidakmampuan suatu perusahaan, institusi, lembaga maupun pribadi dalam menyelesaikan kewajiban-kewajibannya secara tepat waktu baik pada saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo. Terdapat dua jenis risiko kredit berdasarkan waktunya yaitu yang bersifat jangka pendek (short term risk) dan yang bersifat jangka panjang (long term risk). Risiko kredit (default risk) dapat diukur dengan peringkat surat utang dan Debt Equity Ratio (DER) (Billings, 1999 dalam Rinaningsih, 2008). Dari nilai DER dapat dilihat seberapa besar kekayaan perusahaan yang dapat digunakan dalam memenuhi kewajibannya.
Blockholder merupakan pemilik saham dengan kepemilikan diatas 5% sehingga memiliki kepentingan yang lebih besar dibanding pemegang saham lainnya. Karena hal tersebut, blockholder tidak mensutujui adanya kebijakan hutang manajemen yang dapat meningkatkan risiko kredit. Akibatnya modal perusahaan lebih didominasi ekuitas dibandingkan liabilitas sehingga nilai DER besar. Nilai DER yang besar menunjukan bahwa resiko yang dimiliki perusahaan besar. Meskipun begitu dengan semakin banyaknya jumlah blockholder membuat RUPS memiliki lebih banyak suara yang bervariasi. Akibatnya pengawasan terhadap fungsi manajemen semakin tinggi sehingga pemaksimalan yield melalui keputusan RUPS dapat diterapkan dengan lebih baik.
Kantor akuntan publik (KAP) merupakan lembaga independen yang bertugas untuk menjalankan  fungsi audit pada laporan keuangan perusahaan. KAP Big-four merupakan KAP yang memiliki jaringan paling besar di dunia. Hal tersebut memberikan tingkat elektabiltas yang lebih tinggi dibandingkan KAP biasa sehingga membuat investor berasumsi bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP Big-four memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan diaudit oleh KAP non Big-four. Salah satu indikator dalam menilai risiko perusahaan yang rendah adalah dengan melihat nilai DER yang kecil. Namun dengan adanya KAP Big-four sebagai auditor independen, secara tidak langsung akan menurunkan nilai yield dari efek yang diperdagangkan oleh perusahaan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan hukum permintaan dimana semakin rendah resikonya maka semakin kecil keuntungan yang diperoleh.
Komisaris merupakan legislatif dalam struktur organisasi perusahaan. Tugas utama dari komisaris adalah untuk melindungi hak-hak pemegang saham akibat perbedaan kepentingan antara principal dan agent. Adanya agency problem tersebut membuat keberadaan komisaris independen dalam struktur dewan komisaris sangat penting. Secara tidak langsung keberadaan komisaris independen dapat mengurangi risiko perusahaan sehingga nilai DER kecil. Namun, terkadang keberadaan dewan komisaris membuat pengawasan terhadap fungsi manajemen menjadi sangat ketat. Hal tersebut membuat manajer selaku agent mudah melakukan ekspansi sehingga keuntungan perusahaan dapat dimaksimalkan karena keberadaan komisaris independen mampu menekan adanya agency problem. Jadi pada dasarnya komisaris independen berpengaruh positif terhadap risiko kredit dan yield.
Risiko dan yield di lembaga keuangan syariah terutama sukuk lebih kompleks daripada lembaga keuangan konvensional terutama mengenai uang yang tidak dipengaruhi harga logam mulia (fiduciary money, fluktuasi suku bunga, piutang gagal bayar, kesalahan operasional, dll). Hal tersebut dikarenakan selain harus menyesuaikan dengan regulasi konvensional seperti peraturan pemerintah, sukuk juga harus diimplementasikan sesuai dengan syariah Islam. Selain itu,  yield dan risiko kredit juga akan menuntut para pelaku bisnis keuangan syariah lebih cermat termasuk didalamnya pengawasan dan kontrol yang berfungsi baik. Disinilah perlunya peningkatan pelaksanaan good corporate governance dalam institusi. Persaingan ketat diantara lembaga keuangan baik lembaga konvensional maupun syariah jangan sampai mengeliminasi penerapan nilai-nilai syariah dalam transaksi. Keinginan manajemen untuk memberikan imbal hasil yang maksimal bagi nasabahnya dan return yang cukup baik untuk organisasinya terkadang memaksa manajemen untuk penyederhanaan bentuk transaksi yang membuat nilai kesyariahannya perlu dipertanyakan. Dampaknya rumor atau isu umum bahwa perusahaan syariah dan lembaga keuangan mikro syariah sama dengan konvensional akan terus muncul (Astuti, 2010).
Rinaningsih (2008) melakukan penelitian praktik corperate governance terhadap risiko kredit dan yield obligasi. Penelitian tersebut menemukan bahwa praktek GCG dapat digunakan untuk menjelaskan risiko kredit pada obligasi yang diproksikan dengan peringkat surat utang walaupun tingkat kemampuan menjelaskannya relative kecil dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi surat utang. Lebih lanjut, Rinaningsih (2008) juga mengatakan bahwa hubungan antara yield dengan praktek GCG tidak signifikan, namun saat peringkat utang dimasukkan ke dalam model hubungan tersebut memberikan dampak inkremental. Hal tersebut dikarenakan ada keterkaitan yang erat dengan hukum permintaan bahwa semakin tinggi risiko maka semakin tinggi tingkat pengembalian. Pada dasarnya keberadaan blockholder, kualitas audit dan komite independen dapat meningkatkan fungsi pengendalian yang akan menekan kepentingan manajer sebagai agent sehingga mengurangi resiko. Dengan peningkatan pengawasan dan pengendalian manajemen membuat implementasi perencanaan dalam meningkatkan nilai perusahaan dapat tercapai sehingga yield yang diperoleh pemegang sekuritas meningkat.
Bhoraj dan Sengupta (2003) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan positif antara mekanisme GCG dengan peringkat surat utang dan yields. Mereka mengatakan bahwa dengan menerapkan mekanisme GCG pada perusahaan akan mengurangi biaya agensi (agency cost) yaitu dengan memonitor kinerja manajemen dan mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dengan kreditur terkait dengan agency theory. Langkah tersebut dinilai sangat tepat sekali sebagai otorisasi antara pihak intern dan ekstern dalam menghindari asimetri informasi dan risiko gagal bayar (default risk). Selain itu, Bhoraj dan Sengupta (2003) menemukan fakta yang menarik dimana perusahaan dengan kepemilikan institusional dan komposisi komisaris independen yang besar memiliki peringkat surat utang dan debt equity ratio yang tinggi tetapi Yield Indeks yang rendah. Hal tesebut sesuai dengan kesimpulan Mustika (2010) yang menyebutkan bahwa penerapan GCG akan meningkatkan penilaian terhadap Bondway sebagai proksi dari yield.
Dalam penelitian lain yang serupa, Hariani (2011) mengungkapkan bahwa GCG yang diwakili oleh jumlah blockholder, kualitas audit, komite audit, dan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap peringkat sukuk dan risiko kredit sukuk. Hanya saja pengaruh GCG terhadap yield tidak terlalu signifikan.
Penelitian mengenai good corperate governance (GCG) sebenarnya sudah cukup banyak, akan tetapi yang mengaitkan dengan resiko kredit dan yield masih sedikit terutama untuk sukuk. Selain itu, munculnya tuntutan mengenai perlunya penerapan GCG dalam menangani rendahnya emiten sukuk menjadi permasalahan komplek, yang harus dicari solusinya.  Adanya perbedaan antar penelitian terdahulu juga menjadi motivasi bagi peneliti untuk melakukan penelitian skripsi mengenai “Pengaruh Jumlah Blockholder, Kualitas Audit, Komisaris Independen Terhadap Yield dan Risiko Kredit Sukuk Ijarah

B.     Pembatasan Masalah
Adapun batasan atau ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi:
1.      Objek penelitian adalah sukuk tercatat dan masih beredar di Bursa Efek Indonesia 31 Desember 2010, 31 Desember 2011, dan 31 Desember 2012.
2.      Sukuk yang diteliti adalah sukuk berakad ijarah.
C.    Perumusan Masalah
1.      Apakah jumlah blockholder berpengaruh positif terhadap Bondway sukuk ijarah korporasi?
2.      Apakah sukuk ijarah korporasi memiliki Bondway yang lebih kecil saat diaudit oleh KAP Big-four ?
3.      Apakah jumlah komisaris independen berpengaruh positif terhadap Bonway sukuk ijarah korporasi?
4.      Apakah jumlah blockholder berpengaruh negatif terhadap Debt to Equity Ratio sukuk ijarah korporasi?
5.      Apakah sukuk ijarah korporasi memiliki Debt to Equity Ratio yang lebih kecil saat diaudit oleh KAP Big-four ?
6.      Apakah komisaris independen berpengaruh negatif terhadap Debt to Equity Ratio sukuk ijarah korporasi?
D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:
a)      Manfaat Teoritis.
Sebagai sarana untuk menguji agency theory berkaitan dengan pengaruh blockholder, kualitas audit dan komisaris independen terhadap yield dan risiko kredit.
b)      Manfaat Praktis.
1.      Bagi Investor
Sebagai bahan pertimbangan investor dalam menganalisa risiko kredit dan yield saat mengambil keputusan investasi portofolio terutama di bidang syariah.
2.      Bagi Perusahaan
Sebagai masukan bagi perusahaan dalam menerapkan konsep good corporate governance secara baik dan menyeluruh dengan mempertimbangkan risiko kredit dan yield perusahaan.